Loading Now

Mengenang Warisan Bersejarah Garut: Antara Kehilangan dan Harapan Pelestarian

GARUT BERKABAR, Garut Kota – Kabupaten Garut, yang sering disebut sebagai Swiss Van Java, terus mempesona sebagai destinasi pariwisata berkat keindahan alamnya dan warisan kolonial yang kaya.

 

 

Menurut sejarawan dan budayawan Garut, Warjita, kecantikan Garut dengan ciri khasnya telah menarik perhatian orang Eropa sejak zaman kolonial, yang ikut mempromosikan pesonanya.Sebelum Bandung menjadi primadona, Garut dianggap sebagai jantungnya Priangan oleh penjelajah Belanda berkat pesona geografisnya dan perkebunan Belanda yang menawan, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dari berbagai belahan dunia.

 

“Ada banyak perusahaan Belanda yang memiliki perkebunan teh, karet, kina, dan berbagai jenis tanaman lainnya,” kata Warjita.

 

 

Warjita menyoroti kolaborasi unik antara gaya bangunan Eropa dan tradisional Sunda (Indis) yang masih tegak kokoh hingga hari ini, seperti Pamengkang dan Gedung Kantor Disparbud, Kantor Pos Garut, dan Gedung BPKAD di Jalan Kian Santang.

 

“Perhatikan bangunan-bangunan itu, mereka memiliki tinggi dan atap khas bangunan Sunda,” tambah Warjita.

 

 

Namun, tidak semua warisan kolonial Garut beruntung. Gedung Jangkung, milik pengusaha dodol Garut pertama, H. Umar, pionir dodol Garut, roboh akibat gempa besar pada 1979-1980.

 

Meskipun demikian, upaya pelestarian terus dilakukan, dengan banyak bangunan bersejarah ditetapkan sebagai cagar budaya.

 

Saat ini, banyak bangunan bersejarah Garut telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Warjita bersama Disparbud Kabupaten Garut berusaha untuk menjadikan beberapa bangunan bersejarah di Kabupaten Garut sebagai cagar budaya.Dalam menyambut Hari Jadi ke-211 Kabupaten, Warjita menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pelestarian warisan sejarah.Di sisi lain, Darpan Winangun, seorang pemerhati sejarah Garut, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi beberapa bangunan bersejarah yang semakin memudar.

 

 

Dia menyoroti keberadaan bangunan-bangunan bersejarah yang seharusnya menjadi saksi bisu perjalanan kota ini, namun banyak yang telah terkikis oleh waktu dan modernisasi.

 

Meskipun demikian, ia mengapresiasi upaya pemeliharaan beberapa bangunan, seperti Stasiun Garut yang tetap utuh dan menjadi bagian dari warisan sejarah yang dijaga oleh PT. KAI. Namun, dia menyayangkan perubahan cepat yang terjadi di Pecinan Garut, yang telah kehilangan karakteristik khasnya.Dia juga mencatat upaya gagal untuk mempertahankan cerobong PTG (Pabrik Tekstil Garut), yang kini telah musnah tanpa meninggalkan bekas, menyusul upayanya tanpa dukungan pemilik dan kesadaran kolektif.

 

Menanggapi permasalahan ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, Luna Aviantrini, mengatakan bahwa beberapa langkah telah diambil pemerintah untuk melestarikan bangunan cagar budaya di Garut.

 

Langkah pertama adalah melakukan pendataan atau inventarisasi bangunan cagar budaya untuk menunjang upaya pelestarian budaya.

 

Selanjutnya, pemerintah akan mengusulkan penetapan cagar budaya baik kepada Pemerintah Provinsi maupun Kementerian terkait.

 

Melalui penetapan Juru Pelihara di setiap cagar budaya, akan dilakukan pemeliharaan dan menjaga keamanan cagar budaya sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

Meski demikian, Luna mengungkapkan beberapa hambatan yang dihadapi dalam upaya pelestarian cagar budaya di Garut, seperti langkanya tenaga ahli di bidang kebudayaan, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, serta kurangnya kerja sama dengan lembaga-lembaga pelestarian budaya dan masyarakat setempat.

 

Luna menekankan pentingnya mengatasi hambatan tersebut agar upaya pelestarian cagar budaya di Garut dapat berjalan dengan optimal.

Share this content: