Loading Now

Perkawinan Anak di Garut Tinggi, Edukasi Masyarakat Diperlukan

GARUT BERKABAR – Penjabat Bupati Garut, Barnas Adjidin, menyoroti tingginya angka perkawinan anak di Kabupaten Garut yang berakibat pada peningkatan kasus perceraian. Menurutnya, anak-anak yang belum matang secara ekonomi, fisik, dan mental sering kali tidak siap menghadapi tantangan pernikahan, sehingga berujung pada perceraian.

Barnas mengemukakan hal tersebut dalam acara Pertemuan Multistakeholder dan Penguatan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang diadakan untuk mencegah perkawinan anak. Acara ini berlangsung di Aula Kantor DPPKBPPPA Garut pada Rabu, 10 Juli 2024.

“Anak harus stabil ekonominya, fisiknya, dan mentalnya sebelum menikah, karena banyak tantangan yang akan dihadapi setelah pernikahan,” ujar Barnas. Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk menurunkan angka perkawinan anak di Garut.

Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Barat, Siska Gerfianti, menambahkan bahwa perkawinan anak di Jawa Barat masih tinggi meskipun angka dispensasi pernikahan menurun. Menurutnya, perkawinan anak dapat memicu berbagai masalah lain seperti gangguan kesehatan reproduksi dan peningkatan angka kematian ibu dan bayi. Siska mencatat angka perceraian di Jawa Barat mencapai rata-rata 90 ribu per tahun, sebagian di antaranya disebabkan oleh perkawinan anak.

Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, mengungkapkan bahwa pernikahan anak menyumbang pada tingginya angka perceraian di daerahnya, dengan sekitar 5.000 kasus per tahun. Pemerintah Kabupaten Garut telah membentuk Forum Anak Daerah untuk memberikan edukasi langsung kepada anak-anak guna mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan berumah tangga.

Melalui kegiatan ini, pemerintah berharap dapat menurunkan angka perkawinan anak, mengurangi perceraian, dan meningkatkan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Garut. (DK)

Share this content: