Loading Now

Budaya Membaca dan Kemajuan Bangsa

(Oleh: Muhamad Hilman Firmansyah. M.Pd)

Budaya Membaca dan Kemajuan Bangsa – Indonesia berpotensi besar dalam hal sumber daya manusia. Secara kuantitas berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, penduduk Indonesia mencapai angka 270 juta. Dengan potensi yang besar tersebut, maka idealnya Indonesia telah berada di deretan negara-negara maju karena ada surplus demografi. Namun, sayangnya hal ini tidak beriringan dengan tingkat kualitas penduduk itu sendiri. Salah satu indikatornya adalah tingkat literasi atau minat baca Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Faktanya, menurut UNESCO, minat baca penduduk di negeri ini masih rendah.

Budaya literasi Indonesia yang rendah sudah barang tentu bisa menjadi faktor penghambat kemajuan sektor pendidikan yang berkontribusi besar pada pembangunan nasional nantinya. Rendahnya motivasi atau minat baca orang Indonesia dapat berdampak pada sulitnya mencerna ilmu pengetahuan dan keterampilan baru. Kenyataan ini tentu berkorelasi pada kualitas pendidikan di negeri ini.
Di sisi lainnya, masyarakat yang minat bacanya rendah sangat berisiko terpapar informasi bohong (hoax). Hal ini tentu dapat meningkatkan eskalasi konflik atau perpecahan sosial dari hal-hal yang sensitif di masyarakat seperti isu-isu SARA. Masyarakat golongan ini cenderung dengan mudahnya percaya dan terhasut atas informasi tersebut dan meneruskannya kepada teman-teman atau kelompoknya.

Berdasarkan temuan lapangan pada saat menjadi Dosen Pembimbing Lapangan Program Kampus Mengajar, didapatkan bahwa masih ada siswa SD di semua tingkatan yang belum bisa membaca, mungkin sekitar 30% dari seluruh populasi siswa SD. Bagi siswa kelas 1 dan 2 rasanya wajar karena masih dalam tahap proses belajar membaca. Tetapi, untuk siswa kelas 4-6 hal idealnya sudah pandai mengenal angka dan huruf hingga menyerap informasi dari tulisan-tulisan yang ada. Fakta ini menjadi perhatian kelompok mahasiswa yang saya bimbing agar bisa membantu siswa yang belum lancar membaca secara fonetik dan membaca tahap lanjut (pemahaman informasi) serta peningkatan minat membaca siswa sekolah dasar. Saat ini istilah literasi tidak hanya berfokus pada orang yang belum mengenal angka dan huruf, tetapi yang paling penting adalah tingkat pemahaman informasi dari teks yang dibaca. Oleh karena itu, pada saat Program Kampus Mengajar, tingkat literasi dan numerasi siswa diukur dengan alat tes bernama AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) yang mencakup teks kebahasaan dan teks numerasi berupa soal cerita.

Berdasarkan hasil observasi di beberapa sekolah dasar negeri di Kabupaten Garut bisa dilihat bahwa hampir 80% sekolah dasar tidak memiliki ruang perpustakaan yang representatif, ada perpustakaan yang bersatu dengan ruang guru, ruang kepala sekolah, UKS bahkan ada yang tidak memiliki perpustakaan. Sepertinya manajemen sekolah tidak memprioritaskan untuk membangun ruang perpustakaan. Hal ini tentu menjadi faktor yang turut memperparah rendahnya minat baca di kalangan siswa karena belum terciptanya budaya membaca yang diinisiasi dari tingkat sekolah dasar.
Saat ini dengan adanya gebrakan dari Kemendikbudristekdikti Republik Indonesia dengan gaung Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), perlahan-lahan berbagai stakeholders pendidikan telah terketuk hatinya untuk mulai mengkampanyekan gerakan literasi sekolah ataupun gerakan peningkatan minat baca hingga reaktivasi perpustakaan karena betapa besarnya dampak literasi yang bisa dirasakan baik langsung maupun secara tidak langsung.
Meskipun tantangan untuk meningkatkan literasi di negeri ini tidak muda, namun perlahan tapi pasti kedepannya negara ini akan dihuni oleh orang-orang yang literat. Berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan:
Menambah dan meningkatkan kualitas perpustakaan: Pemerintah bisa dibantu pihak swasta agar mampu membangun dan mengembangkan perpustakaan di seluruh wilayah. Perpustakaan yang representatif dan memiliki koleksi buku yang banyak dan menarik tentu meningkatkan minat baca masyarakat.
Memulai budaya baca sejak kecil: Orang tua dan pendidik diperlukan perannya dalam mengembangkan minat baca anak sejak usia pra sekolah. Sering membacakan cerita dan menyediakan buku bacaan yang sesuai usia adalah investasi yang bagus untuk menumbuhkan anak yang berkualitas.
Memfasilitasi kegiatan literasi yang kreatif: adanya acara seperti lomba menulis, diskusi buku, atau temu penulis dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

Terakhir, peningkatan budaya membaca adalah hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah, pihak swasta dan masyarakat itu sendiri. Tiga elemen ini bisa melakukan terobosan atau inovasi sesuai dengan kapasitasnya. Sudah saatnya bangsa Indonesia yang besar ini diisi oleh sumber daya yang melek pengetahuan dan informasi serta berwawasan luas supaya negeri ini bisa menjadi negara maju.

Share this content: