Potret Kemanusiaan di Langensari
Pak Undang, 73 tahun, hidup sendiri dalam kondisi lumpuh. LIBAS hadir membawa sembako dan harapan. Kamis (25/7/2025). Lalu.
GARUT BERKABAR, Tarogong Kaler – Di tengah dinamika pembangunan, masih banyak kisah sunyi yang nyaris tak terdengar. Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS) hadir membawa cahaya harapan dengan menyalurkan bantuan sembako kepada warga kurang mampu di Desa Langensari, Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, pada Kamis (25/7/2025).
Salah satu penerima bantuan adalah Pak Undang, pria lansia berusia 73 tahun yang harus menjalani hari-harinya dalam kondisi lumpuh total akibat stroke. Ia hidup sendiri tanpa sanak keluarga, di sebuah rumah sederhana hasil gotong royong warga yang berdiri di atas lahan wakaf. Rumah kecil yang terdiri dari satu kamar, dapur seadanya, dan kamar mandi sederhana itu menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kondisi beliau sangat memprihatinkan. Tidak ada keluarga, tidak ada penghasilan. Hanya mengandalkan kepedulian tetangga. Maka kami dari LIBAS, dengan segala keterbatasan, merasa wajib hadir,” tutur Tedie Sutardy, Ketua LIBAS.
“Negara Tidak Boleh Diam”
Tedie menekankan bahwa persoalan seperti yang dialami Pak Undang bukanlah kasus tunggal. Masih banyak lansia dan warga sakit di Garut yang mengalami nasib serupa—terpinggirkan dari perhatian negara.
“Konstitusi kita tegas menyatakan bahwa fakir miskin dan orang terlantar dipelihara oleh negara. Ini bukan sekadar soal bantuan sembako, ini tentang pemenuhan hak dasar warga negara. Negara tidak boleh absen,” tegasnya. LIBAS secara terbuka mengajak Dinas Sosial, BAZNAS, dan pihak terkait di Kabupaten Garut untuk memberikan bantuan jangka panjang, bukan sekadar bersifat insidental.
Ajakan untuk Bergerak Bersama
Menyadari keterbatasan sebagai lembaga swadaya, LIBAS tidak ingin berjalan sendiri. Mereka mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk para dermawan, komunitas, dan pemerintah untuk menjadikan kisah Pak Undang sebagai cermin kemanusiaan.
“Pak Undang adalah potret yang menyuarakan suara-suara yang terpinggirkan. Jangan sampai kemiskinan dan penyakit menjadi alasan seseorang dilupakan dalam kesepian,” pungkas Tedie.
LIBAS berharap gerakan ini menjadi pemantik kesadaran bersama bahwa pembangunan yang sejati tidak hanya diukur dari infrastruktur, tetapi juga dari seberapa besar negara dan masyarakat menjaga yang lemah dan tidak bersuara.(red)
Penulis : Rizky
Editor : Admin
Sumber Berita : (LIBAS) Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa