Oleh: Sanggita Salsabilla Putri Noeryadin
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Jenderal Achmad Yani
Meningkatkan Akuntabilitas di Pemerintah Daerah
Peningkatan partisipasi masyarakat menjadi salah satu tantangan utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia. Meski partisipasi masyarakat dinilai sebagai indikator penting untuk menilai kapasitas pemerintah daerah, kenyataannya, peran masyarakat dalam pengambilan keputusan masih terbatas, terutama di wilayah dengan tingkat literasi dan kesadaran politik yang rendah. Sabtu (25/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai contoh, dalam pembangunan infrastruktur pedesaan, masyarakat sering kali hanya menjadi objek pembangunan tanpa dilibatkan dalam proses perencanaan. Hal ini menyebabkan kebijakan yang dihasilkan kerap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Landasan Hukum dan Prinsip Good Governance
Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) menjadi solusi penting untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Berlandaskan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2014, pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun rencana kinerja yang terukur, melaksanakan program sesuai perencanaan, serta melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala.
Dengan sistem ini, kinerja pemerintah dapat diukur secara objektif, yang tidak hanya meningkatkan kepercayaan publik, tetapi juga memastikan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Keterlibatan Masyarakat dalam SAKIP
SAKIP memberikan ruang bagi masyarakat untuk turut mengawasi kinerja pemerintah. Melalui transparansi informasi, masyarakat dapat memberikan evaluasi kritis, mendorong perbaikan layanan publik secara berkelanjutan. Menurut penelitian Lambey, Kalangi, dan Jitmau (2017), akuntabilitas yang lebih tinggi dapat dicapai dengan transparansi informasi kepada masyarakat.
Tantangan dalam Pelaksanaan SAKIP
Namun, pelaksanaan SAKIP tidak terlepas dari tantangan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM): Banyak pegawai pemerintah daerah belum memahami implementasi SAKIP secara mendalam. Minimnya pelatihan dan tingginya rotasi pegawai sering menghambat kesinambungan pelaksanaan sistem ini.
2. Resistensi terhadap Perubahan: Rendahnya komitmen dari pejabat dan pimpinan daerah menjadi penghalang adopsi SAKIP.
3. Birokrasi yang Kompleks: Prosedur yang rumit, tumpang tindih kewenangan, dan kurangnya koordinasi antarunit kerja menjadi hambatan struktural yang signifikan.
Keberhasilan Implementasi SAKIP di Berbagai Daerah
Di tengah tantangan tersebut, sejumlah daerah telah berhasil mengimplementasikan SAKIP dengan baik.
DKI Jakarta : Pemerintah daerah berhasil meningkatkan transparansi kinerja melalui aplikasi terintegrasi, sehingga masyarakat dapat memantau dan memberikan masukan secara langsung.
Kabupaten Lebak, Banten: Dengan efisiensi anggaran hingga Rp300 miliar, Lebak berhasil meningkatkan evaluasi SAKIP dari BB ke A pada tahun 2019.
Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah: Satu-satunya daerah di luar Pulau Jawa yang meraih predikat A. Anggaran yang dihemat dialokasikan untuk sektor pariwisata, menjadikan Banggai sebagai destinasi unggulan.
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur: Selama lima tahun berturut-turut, Ngawi mempertahankan predikat A melalui pelatihan berkelanjutan dan koordinasi antar-OPD yang solid.
Kesimpulan
Keberhasilan implementasi SAKIP menunjukkan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sumber daya manusia. Dengan pemahaman yang mendalam serta komitmen bersama, berbagai tantangan dapat diatasi, sehingga akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik dapat terwujud.
Sumber:
1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2020). Kisah Sukses Pemda Terapkan SAKIP.
2. Lambey, L., Kalangi, L., dan Jitmau, F. (2017). Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi, dan Fungsi Pemeriksaan Intern terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
3. Seputar Birokrasi (2024). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP): Konsep dan Implementasinya.(Red).